Senin, 25 Oktober 2010

a Poem for The Slightest





















Between noises and delays, it's your texture
Stand still, blanketed in darkness allure
Silenced and shadowed, consumed and mesmerized
The weakest lover

How the beauty of yours kills senses
Who wouldn't stand inside your premature skies
Who wouldn't ran from every sights of yours
The texture of hollow


Sabtu, 09 Oktober 2010

Furious October on Smashing Pumpkins and Lightning Seeds


Bulan Oktober 2010 seharusnya menjadi bulan terindah bagi saya. Bayangkan dua band legendaris yang saya begitu idam-idamkan sejak lama, yakni Lightning Seeds dan Smashing Pumpkins siap beraksi secara live di Jakarta! Terbayang nostalgia indah bakal saya alami selama menonton konser dua band ini yang hanya selang semingguan saja.

Tapi tak selamanya bayangan indah itu bisa menjadi kenyataan yang indah pula.

Dus, tiket terbeli, pre-sale, via online dan beli di toko musik dibilangan Pondok Indah. Tanggal 2 Oktober, Lightning Seeds menjadi salah satu penampil utama di Embassy Playground, kompleks GBK Senayan.

Saya sampai di gerbang Senayan, jam 8 lebih, kok sayup-sayup terdengar.....lagu Lightning Seeds??? Arghh...ternyata mereka bermain lebih awal dari dugaan saya. Buru-buru parkir motor, dan berlari ke pintu masuk acara. Ups, ternyata saya harus tuker dengan tiket asli di booth. Heh?

Oke..saya tukar, ternyata mengular panjang antreannya. Terpikir ini mungkin yang beli ditempat, saya ke salah satu booth. Ups! ternyata salah, ini untuk tuker undangan, dan yang antri kayak ular naga itulah yang harus disambangi, Heh?? Baiklah, meski Lightning Seeds sudah naik panggung dengan beberapa lagu dan saya harus kena birokrasi tiket yang aneh.

Ketimbang antri dari belakang, saya pepet di depan. Beberapa orang tampak rusuh dan marah-marah. Ternyata proses penukaran tiket oleh si rajanya karcis, begitu kacrut.

proses: kasih tanda bukti-diketik input-discan-dicek KTP-dikasih tiket

Gila! Sementara LS sudah main 6 lagu lebih, panitia tiket masih saja berkutat dengan proses itu. Semua orang menggila, termasuk saya! Teriak sumpah serapah, sampai akhirnya panitia memutuskan cukup tanda bukti, langsung dikasih tiket. WTF! Kenapa nggak dari awal? Apa gak bisa berkaca dari JRL yang sediakan 3 alat scan, dan langsung bisa validasi tiket?


Tiket pun didapat, langsung lari ke dalam sambil teriak sumpah serapah. Gak peduli sama penjaga, langsung lari ke tengah lapangan dimana LS sudah memainkan lebih dari 7 lagu. Meski gundah luar biasa, namun melihat Ian Broudie dan bandnya, cukup mengobati kekesalan. Alhamdulilah, lagu seperti Pure, Sugar Coated Iceberg, Life of Riley, dan Three Lions, bisa dinikmati. Saya pun berjoget indies hingga tuntas ha ha ha

Kekesalan pasca konser LS pun mereda beberapa hari kemudian. Maklum, seminggu kemudian, The Smashing Pumpkins bakal mengisi acara Javarockinland pada hari Jumat. Wow, Billy Corgan dan rekan mampir ke Jakarta, betul-betul tak terbayangkan sama sekali, thanks a lot Peter Gontha!!

So, bersama kompatriot saya, kami menyewa motor ojek pada hari Jumat agar bisa lebih cepat ke lokasi. Meski sore harinya Jakarta dibasahi hujan tiada henti, kami pun berangkat di antara tirai rintik-rintik gerimis. Sepanjang perjalanan kami terus berbincang setlist apa yang akan dibawakan mas Corgan (asa kami, 1979 dan beberapa lagu dari era Mellon Collie dan Siammese Dream)

Sesampai di lokasi acara, Festival Ancol, sekitar jam 9 malam, cek tiket untuk discan, dan kami bergegas ke main stage dan melihat Datarock beraksi. Penampilan yang seru dari mereka, begitu interaktif dan atraktif bersama penonton. Bahkan pemain saksofon sekaligus kibor mereka, stagediving diantara penonton. Saya cuma ingat satu lagu hits mereka, FAFAFA, dan terkejut ketika mereka membawakan lagu lawas dari film Dirty Dancing, Time of My Life!

Usai Datarock, kami pun beringsut mundur dan duduk di tepian jalan untuk menunggu persiapan Smashing Pumpkins di panggung. Setengah jam menanti, kami beranjak mendekati panggung yang sudah disemuti penonton. Jarak antara kami dan panggung sekitar 50 meteran lah, cukup dekat.

Sejam kemudian, munculah sang band idola, gemuruh teriakan penonton bergema. Tanpa babibu, lagu Today langsung dihajar! Arggghh, saya dan teman langsung menggila dan berloncatan bersama puluhan ribu penonton. Beberapa lagu lawas seperti Tonight Tonight, Stand Inside Your Love, sampai Bullet with Butterfly Wings. Nah, pas lagu terakhir ini, semua penonton menggila, moshing dan stagediving! Sicck!!!


Beberapa lagu baru dari album Zeitgist turut dimainkan, dan saya juga sedikit kurang mudeng, karena lebih akrab dengan album-album klasiknya. Sekitar sejam , selepas lagu terakhir (saya lupa yah..judulnya apa, mungkin lagu barunya), tiba-tiba Corgan cs ucap Thank You dan undur diri. Hemm..santai, bakal ada encore, dan saya pun teriak-teriak We Want More.

15 menit berlalu, sementara penonton yang berteriak encore tampak tak kompak, dan agak malas-malasan. Tiba-tiba kru langsung mengemasi peralatan di atas panggung. Walah...apa ini? Mungkin trik saja kali yah.. Ternyata tidak oh tidak! Smashing Pumpkins telah usai.

Arghhh! Sebagian besar penonton tampak kecewa, dan berteriak-teriak. Beberapa lainnya yang masih yakin acara tetap berlangsung, tak beranjak pergi dan berusaha berteriak memanggil Corgan cs. Alamak, ternyata betul-betul telah usai...lagu favorit saya seperti 1979, Perfect, atau Quiet, gagal didengar!

Nelangsa? Pastinya..Beberapa rumor berkembang kenapa tak ada encore, mulai dari si Corgan kabarnya bete karena lagu Indonesia Raya dinyanyiin sebagai pembuka Smashing Pumpkins, sehingga Corgan tiba-tiba memainkan Star Spangled Banner secara instrumental, sampai si basis bete karena dicium vokalis the Vines (yang ini pasti kabar tipu abis hahaha)

Yah, saya sih mencoba tetap bersyukur Corgan mau hadir di negeri ini, meski kesal saja dia pergi tanpa basa-basi. Saya cuma penasaran saja, ada apa ini! Karena saat kru mereka mempersiapkan panggung, saya melihat salah satu kru mempersiapkan gitar akustik di panggung...instrumen yang biasa dipakai Corgan untuk 1979 secara live.

Dugaan saya, pasti ada yang salah ketika saat Corgan cs pergi dari stage, teriakan para penonton untuk we want more tak kompak, seperti gak antusias, hanya penonton yang gila dengan Smashing Pumpkins rasanya yang teriak-teriak we want more...males-malesan? Mungkin saja gara-gara itu Corgan berubah pikiran? Who knows..

Dan sampai setengah jam, penonton pun sudah meninggalkan stage, dan beberapa puluh orang masih pada posisi yang sama, termasuk saya dan teman, berharap ada keajaiban. Ah...patah hatilah, aksi mereka sudah selesai dan beberapa kru mereka bahkan telah mematikan ampli-ampli rak Corgan dan Schroeder.

Berusaha menata perasaan, saya dan teman memilih balik kanan, sambil meracau kenapa Corgan seperti itu...Yah, manusiawi dong, kalau salah seorang fan berkeluh kesah, toh bukan berarti tak ada rasa bersyukur Smashing Pumpkins bisa nongol disini hahaha

but still, please Corgan!!! if you only know how fucked up we are with the scarcity of great alternative band concert held here....Seingat saya, konser rock alternative terbaik di negeri ini adalah ketika Suede, lalu Foo fighters, Sonic Youth dan Beastie Boys, sudah itu saja..dan ketika Smashing Pumpkins beraksi, maka lengkaplah dahaga hati kami. But thanks for coming here, hope one day, an encore, dont forget that when you put some action again here!

(photos: Lighting Seeds by my good pal, Mahdesi, Smashing Pumpkins from Tribunnews-Danny)








Senin, 04 Oktober 2010

The King On Writing





















...and everyone can have a self esteem to write on a blank paper. Serius, i'm not joking around, siapapun yang membaca buku berjudul On Writing yang ditulis oleh maestro novel fiksi menegangkan dengan bumbu horor, Stephen King, ini maka akan mendapat pencerahan bahwa menulis itu sungguh sangat menyenangkan, dan bisa dilakukan jika kita benar-benar serius dan percaya diri untuk menggoreskan pena/menekan tuts kompie.

Diterbitkan Qanita, salah satu imprint dari kantor saya, nih buku malah jarang banget terlihat di toko-toko buku. Entah kenapa yah, buku ini sebenarnya keren banget dan sangat menyenangkan untuk dibaca. Hentikan pretensi bakal dibosankan oleh aturan, norma, dan apapun itu tentang ilmu menulis sebuah kisah. Malah pengalaman hidup King sejak ia kecil, bujangan, sampai menikah, yang penuh kisah unik, kocak, hingga dramatis (nyaris mati ketabrak mobil), bikin para pembaca lebih terhanyut meresapi wejangan King tentang menulis.

Serunya, dari buku ini, gaya King dalam pandangannya tentang dunia tulis menulis pun sangat liberal (pas nggak yah haha). Ia menganggap bahwa penulis tidak bisa terpenjara oleh kekakuan gaya menulis. Beberapa pandangannya tersebut bisa dipertanggungjawabkan karena ia juga eks dosen sastra, eks pemred koran ilegal di kota kecilnya, dan penulis best seller belasan karyanya.












Beberapa nukilan dari buku ini sempat direview oleh mas Hernowo, editor senior Mizan, dengan menyebut buku ini bagai membaca sosok King yang unik dan tak terduga dalam novel-novelnya. Bahkan, opa Remy Silado dalam pengantar On Writing edisi Indonesia menyebutnya sebagai buku yang belum pernah ada dalam jagad raya buku di negeri ini.

Beberapa petuah menarik dari King untuk kita yang mau menulis, misalnya

“Engkau bisa mendekati aksi menulis dengan kegelisahan, kegembiraan, harapan, atau bahkan keputusasaan—perasaan bahwa kau tidak dapat sepenuhnya menuangkan ke atas kertas apa yang ada di dalam pikiran dan hatimu,” tulis King.

“Engkau bisa sampai pada aksi itu dengan tinju terkepal,” lanjut King, “dan mata menyipit, siap untuk menendang pantat dan mengumpat-umpat. Engkau bisa sampai ke sana sebab kau ingin seorang gadis menikahimu atau karena kau ingin mengubah dunia.”

“Ke sanalah dengan cara apa pun TETAPI JANGAN SEENAKNYA. Biar kutekankan lagi: KAU TIDAK BOLEH SEENAKNYA MENDEKATI SELEMBAR HALAMAN KOSONG.


Keren kan? Kisah hidupnya yang penuh warna turut membantu siapapun yang membaca buku ini untuk bisa lebih memahami dunia tulis menulis dari kacamata yang berbeda. Sekali lagi, ia terus mengingatkan siapapun yang hendak menulis harus terlebih dahulu memiliki nyali dan hati bersih alias memaknai dunia menulis sebagai sesuatu yang privat, pribadi, dan juga tulus.

”Menulis bukanlah untuk mencari uang, menjadi terkenal, mendapat teman kencan, menjadi mapan, atau memperoleh banyak teman. Pada akhirnya, menulis adalah untuk memperkaya hidup orang-orang yang akan membaca karyamu dan meperkaya hidupmu sendiri pula. Tujuannya adalah bangkit, sembuh, dan mengatasi keadaan. Menjadi bahagia, oke? Menjadi bahagia.”

So, i guess, buku ini bisa menjadi pilihan terbaik bagi mereka yang ingin mencoba tantangan menulis apapun itu, dimanapun, dan kapanpun! Jika sulit mencarinya, just contact me, okay, kabarnya masih ada beberapa kopi On Writing di gudang penyimpanan hehehe

the cemented minds - akhirnya sebuah 'hadis' untuk menulis yang layak ditiru dan diteladani!
star Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photosstar Pictures, Images and Photos